Leukemia adalah penyakit neoplastik yang
ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang
mengalami transformasi dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen
sumsum normal . Leukemia dibagi menjadi 2 tipe umum: leukemia
limfositik dan leukemia mielogenosa .
A. Etiologi Leukemia
Walaupun
penyebab dari leukemia tidak diketahui, predisposisi genetik maupun
faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan . Diduga
hal ini dapat disebabkan oleh interaksi sejumlah faktor, diantaranya 1)
Neoplasia; 2) Infeksi; 3) Radiasi; 4) Keturunan; 5) Zat kimia; dan 6)
Perubahan kromosom
B. Klasifikasi Leukemia
t:
translokasi
*sel
null: limfosit yang kekurangan sel B (immunoglobulin membrane) atau penanda sel
T (pembentukan rosette-E)
Badan
auer: badan berwarna merah yang terlihat dalam sitoplasma mieloblas yang khas
pada leukemia mielogenosa akut
‡CD10:
dahulu cALLa (antigen LLA yang lazim)—kompleks glikoprotein membran permukaan
yang jelas dibawa oleh 70% limfoblas leukemia sel bukan-T
(Baldy,
2006)
Klasifikasi
besar adalah leukemia akut dan kronis. Leukemia akut, dimana terdapat lebih 50%
mieloblas atau limfoblas dalam sumsum tulang pada gambaran klinis, lebih lanjut
dibagi dalam leukemia mieloid (mieloblastik) akut (AML) dan leukemia
limfoblastik akut (ALL).
Leukemia
kronis mencakup dua tipe utama, leukemia granulositik (mieloid) kronis
(CGL/CML) dan leukemia limfositik kronis (CLL). Tipe kronis lain termasuk
leukemia sel berambut, leukemia prolimfositik, dan berbagai sindroma
mielodisplastik, yang sebagian dianggap sebagai bentuk leukemia kronis dan
lainnya sebagai “pre-leukemia” (Hoffbrand and Petit, 1996).
Leukemia
limfositik disebabkan oleh produksi sel limfoid yang bersifat kanker, biasanya
dimulai di nodus limfe atau jaringan limfositik lain dan menyebar ke daerah
tubuh lainnya. Leukimia mielogenosa dimulai dengan produksi sel mielogenosa
muda yang bersifat kanker di sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh,
sehingga leukosit diproduksi di banyak organ ekstramedular, terutama di nodus
limfe, limpa, dan hati (Guyton and Hall, 2007).
C. Pemeriksaan dan Diagnosis
Leukemia
- Hematologi rutin dan Hitung darah lengkap digunakan untuk mengetahui kadar Hb-eritrosit, leukosit, dan trombosit.
- Apus darah tepi digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah, berupa bentuk, ukuran, maupun warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan kelainan hematologi.
- Aspirasi dan biopsi sumsum tulang digunakan untuk mengetahui kondisi sumsum tulang, apakah terdapat kelainan atau tidak.
- Karyotipik digunakan untuk mengetahui keadaan kromosom dengan metode FISH (Flurosescent In Situ Hybridization).
- Immunophenotyping mengidentifikasi jenis sel dan tingkat maturitasnya dengan antibodi yang spesifik terhadap antigen yang terdapat pada permukaan membran sel.
- Sitokimia merupakan metode pewarnaan tertentu sehingga hasilnya lebih spesifik daripada hanya menggunakan morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang.
- Analisis sitogenetik digunakan untuk mengetahui kelainan sitogenetik tertentu, yang pada leukemia dibagi menjadi 2: kelainan yang menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan yang menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom.
- Biologi molekuler mengetahui kelainan genetik, dan digunakan untuk menggantikan analisis sitogenetik rutin apabila gagal.
D. Patogenesis dan Patofisiologi
Leukemia
Populasi
sel leukemik ALL dan banyak AML mungkin diakibatkan proliferasi klonal dengan
pembelahan berturut-turut dari sel blas tunggal yang abnormal. Sel-sel ini
gagal berdiferensiasi normal tetapi sanggup membelah lebih lanjut.
Penimbunannya mengakibatkan pertukaran sel prekursor hemopoietik normal pada
sumsum tulang, dan akhirnya mengakibatkan kegagalan sumsum tulang. Keadaan
klinis pasien dapat berkaitan dengan jumlah total sel leukemik abnormal di
dalam tubuh. Gambaran klinis dan mortalitas pada leukemia akut berasal terutama
dari neutropenia, trombositopenia, dan anemia karena kegagalan sumsum tulang.
Blokade
maturitas pada AML menyebabkan terhentinya diferensiasi sel-sel mieloid pada
sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum
tulang. Akumulasi blast di dalam sumsum tulang akan mengakibatkan
gangguan hematopoiesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom
kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai
dengan adanya sitopenia (anemia, leukopenia, dan trombositopenia). Selain itu,
infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi
tergantung organ yang diinfiltrasi, misalnya kulit, tulang, gusi, dan menings ..
Pada
umumnya gejala klinis ALL menggambarkan kegagalan sumsum tulang atau
keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas
di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan
gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan. Demam
atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien ALL, sedangkan
gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru didiagnosis ALL (Fianza,
2007).
CGL/CML
adalah penyakit gangguan mieloproliferatif, yang ditandai oleh seri grabulosit
tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan
mudah melihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit
(bahkan mieloblas), meta mielosit, mielosit, sampai granulosit. Pada awalnya,
pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau keluhan lain yang tidak spesifik,
seperti rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi,
keringat malam, dan penurunan berat badan yang berlangsung lama. Semua keluhan
tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel
leukemia. Anemia dan trombositopenia terjadi pada tahap akhir penyakit .
CLL
pada awal diagnosis, kebanyakan pasien CLL tidak menunjukkan gejala
(asimptomatik). Gejala yang paling sering ditemukan pada pasien adalah limfadenopati
generalisata, penurunan berat badan, dan kelelahan. Gejala lain meliputi
hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan/olahraga. Demam, keringat
malam, dan infeksi jarang terjadi pada awalnya, tetapi semakin menyolok sejalan
dengan penyakitnya. Akibat penuumpukan sel B neoplastik, pasien mengalami
limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali. Kegagalan sumsum tulang yang
progresif pada CLL ditandai dengan memburuknya anemia dan atau trombositopenia .
E. Penatalaksanaan Leukemia
Pengobatan
utama untuk keganasan hematologi selama beberapa dekade adalah pembedahan,
kemoterapi, dan terapi radiasi . Saat ini, pengobatan yang lain
tersedia terbatas tetapi penggunaannya meningkat, dengan kemajuan dalam uji
klinis, yang dikenal sebagai Biological. Kelompok obat ini adalah zat alami
yang diambil dari sumber alami atau disintesis dalam laboratorium untuk
menyerang target biologi tertentu. Biological dianggap menjaga
sel induk hematopoietik dan oleh karena itu kurang toksik dan bersifat kuratif .
Kemoterapi atau Terapi Obat Sitotoksik. Obat sitotoksik merusak kapasitas
sel untuk reproduksi. Tujuan terapi sitotoksik mula-mula menginduksi remisi dan
selanjutnya mengurangi populasi sel leukemik yang tersembunyi, dan memulihkan
sumsum tulang dengan kombinasi siklik dua, tiga atau empat obat. Pemulihan ini
tergantung pada pola pertumbuhan kembali (differential regrowth pattern)
sel hemopoietik normal dan sel leukemik.
Transplantasi Sumsum Tulang. Transplantasi sumsum tulang
dilakukan untuk memulihkan sistem hemopoietik pasien setelah penyinaran seluruh
tubuh dan kemoterapi intensif diberikan dalam usaha membunuh semua leukemmik
yang tinggal.
Terapi
ALL dibagi menjadi:
- Induksi remisi
Terapi
ini biasanya terdiri dari prednisone, vinkristin, antrasiklin dan
L-asparaginase.
- Intensifikasi atau konsolidasi
Berbagai
dosis mielosupresi dari obat yang berbeda diberikan tergantung protocol yang
dipakai.
- Profilaksis SSP
Terdiri
dari kombinasi kemoterapi intratekal, radiasi cranial, dan pemberian sistemik
obat yang mempunyai bioavailabilitas yang tinggi seperti metotreksat dosis
tinggi dan sitarabin dosis tinggi.
- Pemeliharaan jangka panjang
Terapi
ini terdiri dari 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat seminggu sekali
selama 2 tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar